Site icon UNYDeveloperNetwork

Test UX Desain Produk dengan Guerrilla Method

Reading Time: 15 minutes

Selamat datang di blogs UNYDeveloperNetwork. Baik, dari judul sudah tergambar jelas, bahwa kita akan belajar untuk melakukan test UX terhadap desain produk yang sudah dibuat. Sebenarnya ada banyak cara untuk melakukan testing UX terhadap suatu desain produk. Tetapi kebanyakan cara – cara lama tersebut memerlukan resource dan waktu yang banyak. Nah, ada satu cara yang sudah Saya gunakan berulang kali dan ini adalah cara yang paling cepat, paling murah, dan tidak membutuhkan sumber daya yang banyak. Cara ini jika dalam bahasa Indonesia adalah “Metode Gerilya”, namun nama kerennya adalah Guerrilla Method.

DAFTAR ISI
Pengantar
Guerrilla Method
1. Persiapan Test
2. Memperoleh Partisipan
3. Jalankan Test
4. Analisis Hasil Test
Ending
Referensi

Pengantar

Sebelum kita kupas lebih jauh lagi tentang Guerrilla Method ini, kita bahas dulu: mengapa kita perlu memperhatikan UI/UX untuk sebuah produk? Ok, memudahkan kita menjawab pertanyaan ini, Saya berikan gambaran singkat terlebih dahulu.

Siapa yang tidak tahu kipas angin elektrik? Umum saja, tidak perlu spesifik, entah itu kipas angin elektrik untuk langit – langit, dinding, meja, ataupun untuk berdiri. Kipas – kipas elektrik paling tidak dilengkapi oleh dua atau tiga buah pengendali, yakni pengendali kecepatan, pengendali arah hembusan angin (menyebar atau terkunci pada satu sisi saja), dan jika ada pengendali tambahan itupun pasti berfungsi sebagai pengendali waktu operasional kipas angin (timer countdown). Karena begitu umumnya desain ini, masyarakat pun sudah pasti tahu apa yang harus dilakukan untuk mengoperasikan kipas angin elektrik meskipun mereka membeli satu set keluaran terbaru. Meskipun produsen menggunakan desain bentuk dan warna yang unik, atau mungkin mengubah susunan pengendalinya, masyarakat tetap mengetahui cara menggunakan kipas angin elektrik tersebut dengan waktu yang sangat singkat.

Nah, sekarang bayangkan jika, sebuah perusahaan mengeluarkan sebuah produk hasil inovasi berupa set kipas angin elektrik terbaru yang tidak dilengkapi dengan pengendali – pengendali yang sudah disebutkan di atas tadi. Namun, sebagai gantinya, di dalam kipas angin elektrik tersebut dilengkapi dengan teknologi wireless 2.4G yang memungkinkan masyarakat dapat mengendalikan kipas angin elektrik tersebut dengan menggunakan telepon pintar mereka. Apakah produk ini akan laku?

Untuk para techno-geek mungkin akan menganggap ini adalah sebuah kemajuan, karena kipas angin elektrik yang sudah lebih dari satu abad tidak berubah desainnya, muncul kembali dengan desain dan inovasi yang baru. Namun, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya? Masyarakat pada umumnya pasti akan lebih memilih produk kipas angin elektrik dengan desain lama, yakni desain dengan pengendali – pengendali yang masih menempel menjadi satu dengan kipas angin elektrik. Mengapa? Untuk menjawab ini, kita akan melihat langkah – langkah apa sajakah yang harus dilakukan masyarakat hanya untuk menyalakan sebuah kipas angin elektrik.

Kipas Angin Konvensional

Menyalakan Kipas Angin

  • Masukkan steker ke dalam colokan
  • Putar pengendali kecepatan dari 0 ke 1, 2, atau 3

Kipas Angin Inovasi

Menyalakan Kipas Angin

  • Masukkan steker ke dalam colokan
  • Nyalakan konektivitas wifi atau bluetooh pada telepon pintar
  • Pair kipas angin ke telepon pintar
  • Set pengendali kecepatan dari 0 ke 1, 2, atau 3

Dapat kita perhatikan dari perbedaan di atas, hanya untuk menyalakan kipas angin elektrik saja, antara kipas angin elektrik konvensional dan inovasi sudah ada perbedaan yang mencolok. Pada kipas angin elektrik konvensional, hanya dibutuhkan dua langkah saja untuk menyalakannya. Sangat berbeda sekali dibandingkan pada kipas angin elektrik inovasi yang memerlukan minimal empat langkah untuk dapat menyalakannya. Belum lagi ditambah masalah apps yang harus diunduh, atau ketiadaan baterai pada telepon pintar. Semakin banyak masalah yang ditimbulkan oleh sebuah inovasi pada produk akan membuat produk tersebut semakin ditinggalkan oleh masyarakat.

Nah, langkah – langkah yang harus ditempuh pengguna untuk melakukan satu job itu disebut UX atau User Experience, sedangkan pengendali, peletakan pengendali, bentuk pengendali, warna, itulah yang disebut UI atau User Interface. Yep, jadi UX dan UI ini saling terkait satu sama lain. Jika ada satu saja yang gagal (fail) bisa dipastikan sebuah produk akan sulit diterima oleh pengguna.

Dari contoh di atas, dapat kita perhatikan, bahwa perusahaan tersebut melakukan satu kesalahan fatal, yakni memperpanjang langkah yang harus dilakukan oleh pengguna untuk menyalakan kipas angin elektrik. Kata kuncinya di sini adalah memperpanjang langkah. Pengguna akan cenderung lebih memilih produk yang memiliki langkah – langkah lebih pendek untuk menyelesaikan suatu task. Hal tersebut yang membuat kipas angin elektrik konvensional, meskipun desain bentuk dan warnanya berubah, tetap akan mudah diterima oleh masyarakat umum.


Baik, cukup pembicaraannya masalah kipas angin elektriknya. Dari masalah di atas kita tahu, bahwa UX dan UI sama – sama penting. Jika kita punya produk, UI bagus, belum tentu akan banyak yang menggunakannya jika pengguna harus melakukan banyak sekali langkah untuk menyelesaikan suatu task. Begitu juga sebaliknya, dari sisi UX bagus sekali, pengguna sebenarnya bisa menyelesaikan suatu task dengan satu langkah saja, namun karena UI nya kurang baik, pengguna menjadi bingung bagaimana cara menggunakannya.

Oleh karena itu, untuk memastikan UI dan UX dari produk kita itu baik baik saja, maka perlu dilakukan testing. Seperti yang sudah di jelaskan di awal, ada banyak cara untuk melakukan testing, namun kebanyakan dari metode – metode tersebut, memakan waktu dan resource yang banyak. Ada satu metode, yang sederhana, tidak memakan banyak waktu dan resource dan metode ini juga sudah Saya lakukan berulang kali. Metode tersebut dinamakan “Guerrilla Method”.

Guerrilla Method

Deskripsi terbaik untuk metode ini adalah (Belam, 2010) seni menangkap orang yang sedang sendirian di kafe atau di ruang publik tertentu dan merekam aktivitas mereka ketika membuka suatu situs web dalam beberapa menit.

Jadi, Inti dari metode ini adalah: kita memiliki desain produk, kita buat skenario, kita datangi orang – orang secara random, kita ujikan desain produk kita, kita nilai ekspresi orang yang mencoba produk kita, dan terakhir adalah analisis terhadap ekspresi orang – orang yang mencoba produk kita.

Sehingga kita tidak perlu lab atau ruangan yang khusus untuk melakukan test ini, cukup misal kita ke warnet atau kafe – kafe, kemudian sambil kita minum kopi, kita datangi meja – meja pelanggan lainnya dan meminta kesediaan mereka untuk mencoba produk kita. Cukup sederhana kan?

Selain itu, karena tidak perlu lab atau ruangan khusus, maka metode ini juga tidak memerlukan banyak pendanaan dalam melakukannya. Juga tidak memerlukan keahlian khusus untuk melakukannya, asal bisa berbicara dengan orang, kita sudah bisa melakukan metode ini.

Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan yakni sebagai berikut (Babich, 2017).

KELEBIHAN

  1. Dapat mengidentifikasi masalah usabilitas paling kritis pada tahap awal desain produk
  2. Cara termudah untuk menguji hipotesis/asumsi pada selama fase test pada design sprints
  3. Dapat memvalidasi task – task mana sajakah yang tidak memerlukan pengetahuan spesifik
  4. Dapat mengukur perbedaan mendasar antara produk Kita dengan produk lain yang menjadi saingan kita

KEKURANGAN

  1. Tidak dapat digunakan untuk menguji task – task yang membutuhkan pengetahuan khusus (seperti aplikasi finansial atau aplikasi medis)
  2. Tidak dapat dilakukan di lingkungan yang spesifik.

Secara khas metode ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Babich, 2017).

Secara umum, berikut ini adalah langkah – langkah yang dilakukan di tiap sesi uji:

  1. Datangi orang lain di sekitar kita secara random. Usahakan kita tidak mengenal orang tersebut
  2. Perkenalkan diri dan meminta kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam test desain produk kita
  3. Jika mereka setuju, dapatkan informasi dasar tentang mereka. Informasi yang bisa diperoleh berupa: nama dan alamat email. Namun, untuk sebagai analisis di akhir, Kita juga bisa meminta kesediaan mereka untuk informasi berupa: bidang pekerjaan dan hobi
  4. Jelaskan pengantar mengenai produk kita dan jelaskan skenario yang harus dilakukan oleh user
  5. Amati interaksi yang dilakukan oleh user ketika mencoba produk
  6. Setelah selesai mencoba produk, ungkap kesan mereka selama mencoba produk dalam beberapa kalimat saja
  7. Ucapkan terima kasih dan berikan hadiah kecil kepada user.

Nah, kita sudah tahu apakah itu Guerrilla Method, sekarang, bagaimanakah caranya melakukan Guerrilla Method tersebut? Setidaknya ada empat langkah yang harus ditempuh untuk melaksanakan Guerrilla Method. Langkah – langkah tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Persiapan Tes

Sebelum melakukan test, kita terlebih dahulu harus mengetahui apa sih yang ingin kita ketahui dari hasil test desain produk kita. Misalnya, kita punya desain aplikasi pasar online. Saat ini kita sudah memiliki 3 prototipe: (1) prototipe untuk mencari produk; (2) prototipe untuk memilih produk; (3) prototipe untuk checkout produk. Nah dari 3 prototipe ini, misalnya kita ingin mengetahui: (1) Apakah user mudah melakukan pencarian produk? (2) Apakah user mudah ketika memilih sebuah produk dan memasukkannya ke dalam cart? (3) Apakah user memerlukan banyak usaha dari mencari sebuah produk hingga melakukan checkout produk?. Pertanyaan – pertanyaan semacam ini harus kita persiapkan terlebih dahulu. Supaya saat kita melakukan testing, tidak blank atau tidak paham apa yang harus diamati dari interaksi user ketika mencoba produk kita.

PERSIAPKAN PROTOTIPE YANG BAIK

Meskipun Guerrilla Method dapat dilakukan dengan desain prototipe yang masih berada di atas kertas, tapi ini sebenarnya kurang baik untuk dilakukan. Mengingat, kita ingin menangkap ekspresi dari user ketika mencoba desain produk kita. Misalnya kita ingin menguji sebuah prototipe login dari desain aplikasi pasar online. Ekspresi yang kita tangkap dari user akan berbeda jika mereka dihadapkan pada sebuah prototipe login di atas kertas dengan prototipe login yang interaktif pada sebuah ponsel pintar. Ekspresi user juga akan berbeda ketika mereka menggunakan keyboard asli untuk memasukkan username dan password dengan menekan-menekan keyboard pada desain prototipe login di atas kertas sambil membayangkan mereka sedang memasukkan username dan password.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan feedback yang lebih baik dari user, usahakan prototipe desain produk juga sudah baik dan interaktif.

Perhatikan dua contoh desain prototipe berikut:

Contoh prototipe desain produk di atas kertas (Ratna Wardani & M. I. L, 2019)
Contoh prototipe desain produk yang sudah interaktif di ponsel pintar (Ratna Wardani & M. I. L, 2019)

Bisa dilihat kan perbedaannya? bisa dibayangkan perbedaan feedback yang diperoleh dari user ketika menggunakan kedua prototipe di atas. Feedback yang diterima oleh user menggunakan prototipe yang sudah interaktif pasti lebih baik daripada yang masih menggunakan kertas.

PERSIAPKAN SKENARIO

Skenario adalah hal yang paling penting dari setiap uji UX. Dengan menggunakan skenario, kita bisa membuat user mengerti apa yang harus dilakukan dengan prototipe desain produk kita. Di dalam skenario, kita masukkan juga task – task yang harus dilakukan oleh user. Nah, selama user mencoba prototipe produk, task – task tersebut yang kita monitor.

Contoh skenario adalah sebagai berikut.

Bayangkan Anda mencari gula dan teh untuk acara masak – masak di apartemen Anda. Anda menemukan aplikasi pasar online ini dan Anda ingin mencobanya. Silakan coba aplikasi ini untuk membeli gula dan teh.

Sebelum skenario diujikan dengan partisipan, uji terlebih dahulu dengan teman dekat atau kolega untuk memastikan skenario yang ditulis mudah dipahami.

PERSIAPKAN RUBRIK OBSERVASI

Karena Guerrilla Method bersifat observasi atau mengamati user ketika mereka mencoba prototipe produk, maka kita perlu menyiapkan rubrik. Meskipun tidak ada aturan khusus tentang penggunaan rubrik ini, namun, juga sangat baik apabila kita persiapkan. Nah, rubrik ini di susun berdasarkan task. Jadi di satu skenario terdapat beberapa task. Task – task inilah yang dijadikan indikator dalam rubrik kita. Untuk sistem penilaiannya pun sederhana saja, misal: nilai 1 jika user tidak mampu melaksanakan task; nilai 2 jika user mampu melaksanakan task namun dengan beberapa kendala; dan nilai 3 jika user dengan mudahnya melaksanakan task tanpa adanya satu kendala apapun (Ratna Wardani & M. I. L, 2019)

Dengan demikian, di akhir test proses analisis pun akan semakin mudah. Kita dapat semakin mudah menilai apakah prototipe desain produk kita efektif atau tidak, kemudian di manakah bagian yang membuat prototipe kita tidak efektif, dan banyak hal lainnya yang bisa digali dari hasil observasi tersebut.

CARI LOKASI TEST YANG BAIK

Oke, sebenarnya ini susah susah gampang. Karena mencari tempat untuk test dimana audiencenya banyak berkumpul, untuk bersantai, dan tidak ada yang tergesa – gesa itu susah susah gampang. Kebanyakan menyarankan untuk menjalankan Guerrilla Method itu di tempat – tempat seperti di kafe atau warnet. Tetapi belum tentu orang – orang di situ berkumpul untuk bersantai. Bahkan banyak yang menggunakan kafe atau warnet sebagai tempat bekerja — misalnya freelancer. Oleh karena itu, mencari tempat adalah salah satu hal yang memerlukan effort. Ada beberapa tips dalam mencari tempat:

AJAK ORANG LAIN BERSAMA KITA

Meskipun sebenarnya Kita bisa melakukan test sendirian, namun ada baiknya Kita mengajak orang lain bersama Kita dengan tujuan:

  1. Membantu mengamati ekspresi dan interaksi yang ditunjukkan oleh user ketika menggunakan prototipe desain produk kita dan memberikan nilai pada rubrik
  2. Membantu mencatat saat kita berkomunikasi dengan user, semisal ketika kita menanyakan informasi dasar mengenai user, maupun menanyakan kesan user ketika menggunakan prototipe.

Namun, jangan mengajak lebih satu teman ya, karena Kita sedang melakukan testing, bukan interogasi tersangka kejahatan.

RENCANAKAN 5 SESI TES YANG EFEKTIF SAJA!

Well, ada dasarnya mengapa disarankan hanya untuk melakukan lima sesi tes saja. Nielsen (2000) menyatakan bahwa hasil terbaik datang dari test yang dilakukan tidak lebih dari lima user. Karena dengan melakukan sesi tes kepada 5 user, kita setidaknya sudah menemukan 85% permasalahan usability inti dari prototipe desain produk kita. Setelah user kelima, Kita hanya akan memperoleh temuan yang sama dan tidak ada hal baru. Untuk lebih jelasnya, perhatikan grafik berikut ini.

(Nielsen, 2000)

Lebih lanjut lagi, Nielsen (2000) mengemukakan bahwa, ketika satu sesi test sudah dilakukan, kita setidaknya sudah bisa mempelajari sepertiga dari permasalahan usability inti dari prototipe desain produk kita. Dan begitu sesi test dijalankan untuk yang ketiga kalinya, kita akan semakin yakin dengan permasalahan usability inti pada prototipe desain produk kita. Namun itu belum cukup, sehingga dibutuhkan minimal dua test lagi untuk memperkuat temuan kita pada sesi test ke-1 hingga ke-3. Sehingga, setelah test kelima, ketika kita mengadakan tambahan sesi test lagi, maka temuan yang kita peroleh akan semakin sedikit.

2. Memperoleh Partisipan

Langkah kedua dan yang paling penting adalah memperoleh partisipan. Karena inti dari Guerrilla Method adalah memperoleh orang asing yang belum kita kenal sama sekali untuk dijadikan sebagai partisipan test. Oleh karena itu, berikut ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika “merayu” orang agar mau dijadikan partisipan.

MENGENALKAN DIRI DAN MEMBERIKAN PENGANTAR DENGAN SOPAN

Sama halnya ketika kita mengenalkan diri di depan kelas, atau kita menghubungi professor melalui email untuk memperkenalkan diri. Perkenalan diri yang sopan adalah kuncinya. Setelah perkenalan diri yang sopan, selanjutnya adalah TO THE POINT alias jangan bertele – tele. Karena kita sebenarnya menghentikan orang untuk dimintai waktunya agar mau mencoba prototipe produk kita. Jadi, setelah perkenalan diri yang sopan, langsung saja utarakan maksud dan tujuan kita.

Sebagai inisiasi, ada rumus lima langkah menurut Babich (2017):

Contoh dari rumus di atas adalah sebagai berikut.

(1) Halo, apakah Saya dapat meminta waktu Anda?
(2) Perkenalkan, Saya Irfan dan Saya bekerja untuk perusahaan ‘MIL.System’ divisi desain produk.
(3) Saya di sini meminta kesediaan orang – orang untuk melihat dan mencoba prototipe desain produk kami dan meminta kesan mereka setelah mereka mencobanya.
(4) Apakah Anda berkenan memberikan 10 menit waktu Anda kepada Saya? Jika Anda berkenan, Saya akan memberikan kepada Anda sebuah prototipe desain produk kami untuk Anda lihat dan coba. Selama Anda mencoba, rekan Saya akan merekam seluruh interaksi Anda terhadap prototipe desain produk ini.
(5) Setelah Anda mencoba prototipe desain produk ini, sebagai ucapan terima kasih Saya akan memberikan pulsa sebesar seratus ribu rupiah kepada Anda.

DAPATKAN BEBERAPA INFORMASI DASAR DARI USER YANG BERKAITAN DENGAN PRODUK YANG SEDANG KITA UJI

Pada bagian sebelumnya, Saya sudah menjelaskan 5 rumus yang dapat digunakan sebagai inisiasi untuk setiap sesi test. Meskipun itu hanya sebagai inisiasi, namun ada baiknya Kita memberikan satu atau dua pertanyaan yang berkaitan dengan desain produk yang sedang Kita uji. Misalnya seperti ini, Kita memiliki prototipe desain produk aplikasi pasar online. sekarang perhatikan pada 5 rumus inisiasi, di antara poin ketiga dan keempat, Kita dapat menyisipkan pertanyaan yang contohnya adalah sebagai berikut.

Nah, jika setelah Kita mengajukan dua pertanyaan di atas dan Kita memperoleh respon “ya” untuk keduanya, maka Kita boleh melanjutkannya. Namun, jika respon untuk salah satu atau kedua pertanyaan adalah “tidak” maka dianjurkan untuk tidak melanjutkan test pada orang tersebut. Hal ini dikarenakan orang tersebut bukan target pasar Kita.

3. Jalankan Test!

PASTIKAN USER MERASA BUKAN MEREKA YANG MENJADI SUBYEK TEST, NAMUN PRODUK YANG MEREKA COBA YANG MENJADI SUBYEK TEST

Bukan rahasia umum lagi, ketika orang asing dimintai tolong untuk suatu survey, mereka merasa bahwa mereka yang menjadi subyek test. Sehingga, mereka akan merasa takut untuk berbuat suatu kesalahan. Namun, di Guerrilla Method bukan orangnya yang menjadi subyek test-nya, tetapi produk yang mereka coba yang menjadi subyeknya. Jadi, sebelum memulai test, ada baiknya Kita memberikan semacam statement untuk memberitahukan kepada mereka tidak usah takut berbuat salah dan dorong mereka untuk selalu memberikan komentarnya. Contoh statementnya adalah sebagai berikut.

Saya sedang mengujicoba protipe desain produk ini, Jadi, jangan takut jika Anda melakukan kesalahan. Anda juga dapat memberikan komentar secara terbuka terhadap prototipe desain produk ini. Karena kami ingin meningkatkan kualitas prototipe desain produk ini sehingga kami memerlukan komentar dan reaksi Anda saat mencobanya.

DORONG USER UNTUK SELALU BERKOMENTAR

Ketika user mencoba sebuah produk, dorong terus mereka supaya terus berkomentar dan memberikan saran bagaimana baiknya. Jika user terdiam, Kita dapat memancingnya dengan pertanyaan – pertanyaan seperti: “Apa yang sekarang sedang Anda kerjakan?” , “Bagaimana pendapat Anda tentang (part) ini?”, “Apakah Anda merasa ada sesuatu yang kurang?” dan lain sebagainya. Pertanyaan – pertanyaan semacam itu akan mendorong user untuk berbicara dan berkomentar terhadap produk yang sedang mereka coba. Ingat, Kita sedang melakukan testing, sehingga Kita perlu mendapatkan masukan sebanyak banyaknya dari user.

KONSISTEN

Ini yang paling sulit dilakukan, bisa terjadi karena kejenuhan dan kebosanan. Atau ketika melakukan test, user malah curhat mengenai hal yang lain, yang mana dapat membawa test ke arah yang lain. Oleh karena itu, selama melakukan testing, hindarilah pertanyaan – pertanyaan membawa user untuk menceritakan pengalamannya. Misalnya “Sudah berapa lama Anda menggunakan aplikasi belanja online?”, “Jenis – jenis produk apakah yang suka Anda beli melalui aplikasi belanja online?”, “Apakah aplikasi belanja online yang suka Anda gunakan memiliki fitur yang menarik?”. Memang, pertanyaan – pertanyaan itu baik, dan memancing user untuk berbicara. Namun, arahnya malah semakin menjauhi dari tujuan test itu sendiri. Oleh karena itu, pada bagian DAPATKAN BEBERAPA INFORMASI DASAR DARI USER YANG BERKAITAN DENGAN PRODUK YANG SEDANG KITA UJI, Kita cukup memberikan satu atau dua pertanyaan awal yang berkaitan dengan produk Kita. Juga, tidak perlu menanyakan hal – hal di luar produk supaya tetap konsisten dengan tujuan test.

(JIKA MEMUNGKINKAN) DORONG USER UNTUK BERKREASI DALAM FEEDBACKNYA

Setelah Kita menyelesaikan satu sesi, Kita dapat meminta feedback terhadap user mengenai produk. Jika memungkinkan, Kita juga meminta user berkreasi untuk mendukung feedback-nya. Misalnya, user memberikan feedback bahwa ada sesuatu yang kurang dengan UI-nya. Nah, Kita dapat memberikannya satu buah kertas dan alat tulis untuk memintanya lebih menjelaskan dimanakah letak kekurangan UI-nya. Kreasi yang diperoleh dari user ini, mungkin dapat menjadi insipirasi bagi Kita dalam proses product improvement.

KURANGI CHIT-CHAT PERBANYAK OBSERVASI

Kita boleh mengajak user untuk berbicara jika user betul – betul diam saat mencoba produk. Namun, ketika user mengomentari apa yang sedang meraka coba, kita cukup berikan saja tanggapan singkat. Jangan kemudian kita ajak mereka berbicara lebih dalam. Biarkan saja user yang mencoba untuk berkomentar dan memberikan kesannya, sedangkan kita bisa merekamnya. Karena Kita dituntut untuk mengamati ekspresi user ketika mencoba produk. Jika kebanyakan chit-chat maka ekspresi user pasti akan terbawa dengan chit-chat Kita.

Nah, kebanyakan user mengalami kebingungan ketika mereka mencoba produk yang desain UI nya tidak umum, atau bahkan pertama kali baru mereka lihat. Tipikal user yang seperti ini, meraka akan lebih sering bertanya untuk mempermudah mereka menyelesaikan task nya. Namun, karena Kita berusaha menangkap hal – hal seperti user kebingungan, dsb., Kita tidak serta merta bisa memberitahukan petunjuk kepada mereka. Karena, setiap petunjuk yang diberikan akan mengurangi kualitas dari test yang sedang Kita lakukan. Oleh karena itu, ketika user melakukan hal seperti itu, Kita bisa menjawabnya dengan pernyataan seperti “Anda mengalami kesulitan, coba dulu, jika waktu 10 menit sudah habis baru Saya tunjukkan caranya.” atau “Mohon lanjutkan sebisa Anda dulu, Saya akan merekam kesulitan Anda dan itu dijadikan bahan evaluasi.”

TEPAT WAKTU

Anda memberikan waktu 10 menit, ya sudah 10 menit saja. Jangan lebih jangan kurang. Itulah gunanya Kita membawa teman atau partner untuk membantu proses test (sebagai time keeper). Selain untuk memperoleh hasil yang akurat, kita juga menghormati orang yang sudah mau meluangkan waktu untuk kita. Jangan karena sudah nyaman kemudian Kita biarkan user menyelesaikan semua task tanpa dibatasi waktu.

MINIMALISIR AKTIVITAS CATAT MENCATAT

Jangan sering melakukan aktivitas catat mencatat. Karena Kita bukan sedang menginterogasi orang. Lalu, bagaimana kita bisa memperoleh data? Inilah fungsi kita mengajak satu orang partner bersama Kita. Kita bisa meminta partner kita untuk mengamati ekspresi User dan memberikan penilaian berdasarkan rubrik yang sudah dijelaskan di atas. Kita juga dapat memanfaatkan aplikasi seperti Screen Recorder, Voice Recorder, atau menggunakan kamera untuk menangkap seluruh aktivitas user selama mencoba menggunakan produk. Kita juga bisa menggunakan perangkat lunak seperti xAPI untuk merekam seluruh aktivitas user per satuan waktu. Intinya adalah, minimalisir aktivitas catat – mencatat dan gunakan tool yang dapat digunakan untuk merekam aktivitas user selama mereka mencoba produk Kita.

4. Analisis Hasil Test

Setelah selesai melakukan sesi test, saatnya Kita menganalisis data yang kita peroleh. Di akhir test minimal kita akan memperoleh tiga macam data:

  1. Data task completion per user
  2. Data raw ekspresi user ketika mencoba produk
  3. Data kesan dan saran yang diberikan user.

TASK COMPLETION
Data ini adalah data yang paling krusial. Karena berdasarkan data ini saja Kita sudah memahami bagian mana yang sulit dipahami oleh user. Namun, untuk mendukung data task completion ini, kita memerlukan data raw ekspresi user. Karena kita tidak tahu, lama waktu yang diperlukan user dalam menyelesaikan sebuah task itu karena memang user sulit memahami desain atau karena ada suatu hal (semisal berinteraksi dengan orang lain)

DATA RAW EKSPRESI USER KETIKA MENCOBA PRODUK
Data ini menjadi pendukung data task completion. Karena di saat satu user terindikasi mengalami masalah dalam menyelesaikan suatu task, data raw ekspresi user ini dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dari situlah kita bisa menilai apakah masalah yang terjadi memang betul – betul kesulitan yang dialami oleh user atau karena user melakukan hal lain.

DATA KESAN DAN SARAN YANG DIBERIKAN USER
Data ini sebenarnya dapat menjadi sumber insipirasi bagi kita terutama saat akan melakukan product improvement. Karena datangnya dari user, maka dapat kita jadikan acuan bagaimana seharusnya desain produk Kita selanjutnya.

PRIORITASKAN MANA YANG HARUS DIPERBAIKI TERLEBIH DAHULU
Untuk membuat daftar prioritas manakah yang harus diperbaiki terlebih dahulu, Kita dapat memperhatikan data task completion yang sudah dikombinasikan dengan data raw ekspresi user ketika mencoba produk. Selesaikan bagian yang membuat sebagian besar user kesulitan untuk menyelsaikan task. Buat bagian ini menjadi major problem dan lakukan solusi yang cepat dan mudah untuk memperbaikinya. Tidak perlu melakukan perbaikan yang sempurna, lakukan perbaikan yang cukup untuk membuat bagian major problem tadi menjadi mudah dipahami oleh user.

Jangan mengubah bagian lain yang tidak bermasalah. Seringkali ketika ada satu bagian yang bermasalah, Kita terbawa untuk memperbaiki bagian lain yang sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Jangan buang waktu dan sumber daya, lakukan perbaikan secukupnya dan lakukan test lagi.

ENDING

Sangat penting dipahami bahwa dengan hanya menggunakan metode ini belum cukup untuk membuat produk Kita baik dan mudah digunakan oleh user. Kita perlu mengkombinasikan metode – metode lain seperti interview, Moderated in-person usability testing, remote usability testing, atau A/B testing. Semakin banyak metode yang kita gunakan, akan semakin banyak pula feedback yang Kita peroleh untuk menyempurnakan produk Kita.

Demikianlah tulisan Saya mengenai Guerrilla Method, semoga bermanfaat. Apabila Anda ingin mendiskusikan sesuatu tentang metode ini, Anda bisa berkomentar melalui kolom komentar. Anda juga dapat mengutip bagian dari tulisan ini, namun juga jangan lupa sertakan sumbernya. Terima kasih banyak.


REFERENSI

Babich, Nick. “A Guide to the Art of Guerrilla UX Testing”. Springboard: Medium. 2017. Retrieved from https://medium.springboard.com/a-guide-to-the-art-of-guerrilla-ux-testing-69a1411d34fb on July 12, 2020

Belam, Martin. “10 tips for ‘ambush guerilla user testing'”. currybetdotnet. 2020. Retrieved from http://www.currybet.net/cbet_blog/2010/06/10-tips-for-ambush-guerilla-us.php on July 12, 2020

M. I. Luthfi and R. Wardani, “Application of Design Thinking in Designing History Instructional Media for High School Students”, International Journal of Advanced Science and Technology, vol. 28, no. 16, (2019), pp. 698–710

Nielsen, Jakob. “Why You Only Need to Test with 5 Users”. NN/g Nielsen Norman Group. 2000. Retrieved from https://www.nngroup.com/articles/why-you-only-need-to-test-with-5-users/ on July 12, 2020

Exit mobile version